Pages

Kamis, 23 Agustus 2012

70 Lebih Bidang Studi di Universitas Iran Larang Perempuan

70 Lebih Bidang Studi di Universitas Iran Larang Perempuan

Para pelajar perempuan tidak lagi bisa mengambil  70 lebih jenis mata kuliah di universitas.
Para pelajar perempuan tidak lagi bisa mengambil 70 lebih jenis mata kuliah di universitas. (sumber: naijapidginenglish)
Alasan yang dikemukakan karena banyak sarjana perempuan yang menganggur.

Para pelajar perempuan di Iran telah dibatasi untuk mengambil gelar sarjana di lebih dari 70 bidang studi di universitas.

Pelarangan ini langsung mengundang kemarahan kaum perempuan di negarat tersebut. Kabar ini disampaikan oleh peraih Nobel, Shirin Ebadi, bahwa 36 universitas telah melarang bahwa 77 gelar BA dan Bsc pada tahun akademis mendatang hanya diperuntukkan bagi “single gender” dan eksklusif hanya untuk lelaki. Keputusan ini membuat Ebadi mendesak pihak PBB untuk menyelidiki.

Peraturan ini muncul mengikuti fenomena yang terjadi tahun-tahun belakangan ini yang memperlihatkan bahwa pelajar-pelajar perempuan di Iran lebih mendominasi daripada lelaki. Kecenderungan yang cukup janggal di negara religius yang menganut pandangan tradisional yang didominasi pria. Pelajar perempuan mengalahkan lelaki dua hingga tiga kali dalam hasil ujian masuk universitas.

Para ulama di rezim teokratis Iran telah lama mencemaskan tentang efek sisi sosial terhadap naiknya standar pendidikan di antara perempuan, di antaranya penurunan angka kelahiran dan pernikahan.

Di bawah kebijakan baru, sarjana perempuan akan dikecualikan dari sebagian besar jenis jurusan di beberapa institusi ternama negara itu, termasuk di antaranya sastra Inggris, penerjemahan Inggris, manajemen hotel, arkeologi, fisika nuklir, sains komputer, teknik listrik, teknik insinyur, dan bisnis manajemen.

Universitas Industri Perminyakan yang memiliki beberapa kampus di seluruh negara itu, menyatakan tidak akan lagi menerima pelajar-pelajar perempuan, dengan beralasan bahwa kurang terdapatnya permintaan karyawan perempuan.

Universitas Isfahan menyediakan alasan yang sama atas pelarangan perempuan dari bidang studi teknik perminyakan di tempatnya, mengklaim bahwa 98% lulusan perempuannya berakhir menjadi pengangguran.

Menulis kepada Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon, dan Navi Pillay, komisaris tertinggi untuk hak azasi manusia, Ebadi, seorang pengacara hak azasi yang eksil ke Inggris mengatakan agenda yang sebenarnya adalah mengurangi proporsi pelajar perempuan hingga di bawah 50% dari sekitar 65% saat ini, sehingga melemahkan gerakan feminis di Iran dalam kampanye mereka melawan diskriminasi hukum Islam.

“Ini adalah bagian dari kebijakan saat ini dari Republik Islam yang mencoba mengembalikan perempuan kepada domain privat di dalam rumah karena tidak bisa menolerir kehidupan perempuan di arena publik,” tulisnya dalam surat tersebut yang juga dikirim ke Ahmad Shaheed, pelapor khusus bidang hak azasi manusia di Iran untuk PBB. “Tujuannya adalah perempuan akan menyerahkan oposisi dan perjuangan mereka untuk hak mereka sendiri.”

Kebijakan baru ini juga dikritik oleh anggota parlemen Iran, yang segera memanggil waktil menteri sains dan pendidikan tinggi untuk menjelaskan.

Meski demikian, Menteri sains dan pendidikan tinggi, Kamran Daneshjoo, menepis kontroversi, mengatakan bahwa 90% bidang studi tetap terbuka untuk kedua jenis kelamin dan bidang studi “single gender” diperlukan untuk menciptakan keseimbangan.

Iran memiliki rasio sarjana perempuan tertinggi dibanding lelaki, di seluruh dunia, menurut UNESCO.

Pelajar perempuan menjadi menonjol dalam bidang-bidang studi yang biasanya didominasi lelaki seperti fisika aplikasi dan beberapa disiplin teknik.

Para sosiolog menilai kesuksesan perempuan akademis ini berkaitan dengan bertambahkan keinginan keluarga-keluarga religius-konservatif untuk mengirimkan putri-putri mereka ke universitas setelah revolusi Islam 1979.

Penurunan populasi pelajar lelaki dinilai disebabkan oleh keinginan sebagian besar lelaki muda Iran untuk cepat kaya tanpa harus ke universitas.

0 komentar:

Posting Komentar